Senin, 31 Oktober 2016

cerpen perpisahan

Janji Pada Hembusan Angin

“HAHAHA..!!” tawa terdengar dari dalam ruangan kelas itu. Suasana akrab antara sesama insan itu sedang terjalin. Selalu. Setiap saat. Tak pernah absen. Karena persahabatan itu abadi hingga nanti. Saat-saat yang paling dinanti. Menghapus penat yang menyesakkan hati. Masing-masing dari mereka saling merindu. Saling mencinta. Mencinta karena Allah. Meski tak satu pun dari mereka yang mengutarakan itu. Namun fakta telah membuktikannya. Suasana yang hurmonis dan saling membahagiakan senantiasa menghiasi diri mereka. Mereka belum beranjak dari tempat duduknya. Mungkin takut. Mungkin cemas. Mungkin ragu. Jika mereka beranjak, mereka selamanya tak bisa bersama..
“Mikum..” ucap seorang gadis bermata coklat berjilbab itu. “Mikum” itu merupakan singkatan dari Assalamu’alaikum. Haha, setelah sadar, dia membetulkan ucapannya.
“Assalamu’alaikum..” ujarnya. Nah, itu baru benar!
“Wa’alaikumsalam. Eh, siapa yah? Anak baru yah? Namanya siapah? Dari sekolah manah? Umurnya berapah? Tempat tinggalnya dimanah? Kesini naik apah? Sama siapah? Udah sarapan? Belum ya? Pasti belum. Di kantin ada nasi, bubur juga ada, terus omelet, burger, bakso. Tapi saran saya sih beli jangan makan bakso pagi-pagi. Ada bawa tas? Baju lengkap? Terus alat tulis adah? Kalau nggak ada, beli aja di kantin. Lengkap kok. Dijamin deh! Okey, silahkan masuk” jelas seorang gadis berkaca mata dan berkulit putih.
Yang dicandai hanya berdiri mematung didepan pintu. Yang mencandai kabur karena takut kepada sang gadis bermata coklat itu akan memukulnya. Dan benar saja, aksi kejar-kejaran pun tercipta. Suara riuh menghiasi kelas itu. Suasana kelas yang sepi sangat mendukung mereka karena belum ramai murid berseragam putih biru itu memenuhi kelas. Karena waktu masih menunjukkan pukul 06.40. bel berdentang jika sudah pukul 07.00. ketika mereka sedang asyik berkejaran, teman-teman mereka yang lain mulai berdatangan. Diantaranya ialah Tya, Alysa, Putri, Salsa, Lizzy, Phia, Icha, Ray, Auja, Heny dan Dhara. Gadis-gadis cantik yang selalu membalut kepalanya dengan jilbab itu mengisi bangku dan menyaksikan aksi kejar-kejaran yang tak kunjung usai itu.
“Heh.. jangan kejar-kejaran di kelas, dong. Jangan buat malu kami keles” Phia mulai membuka suara.
“Iya bener tuh kata Phia. Urusan rumah tangga jangan dibawa ke sekolah juga. Selesaikan di kamar nanti” Alysa mulai menggoda mereka. Seperti biasa.
Sadar bahwa mereka tengah diserang lautan komentar sahabatnya, mereka sepakat untuk balik mengerjai. Sang gadis bermata coklat itu bernama Citra. Nama yang cantik, secantik orangnya. Sedangkan yang satu lagi bernama Asya. Wajahnya imut dan jahil namun baik. Beberapa saat kemudian, mereka semua larut dalam sebuah keceriaan pagi yang sederhana. Memang benar kata orang, tak perlu mencari orang yang sempurna untuk bahagia, cukup cari orang yang mampu membuat kita mengerti bahwa bahagia itu sederhana.
Waktu menunjukkan pukul 07.00. dan bersamaan dengan itu, dering bel mulai bergema. Kebehagiaan membuat mereka tak merasakan apa-apa. Senyum dan tawa kebahagiaan selalu tersungging dalam bibir mereka. Menambah anggun wajah mereka. Masya Allah..
“Udah, ah. Capek tau. Kerasa nggak?” tanya Lizzy.
“Iya. Ih, gila! Capek banget” Salsa menyahut.
“Eh, Sya. Nggak capek apa? Keringet udah segede jagung gini” Putri yang paling kencang berlari mulai mengeluarkan suaranya.
“Halah.. jangan Tanya deh, sama Asya, dia mana kerasa, orang badannya aja kebenyakan lemak. Pasti nggak kerasa” Ray yang terkenal paling jahil di antara mereka mulai menggoda Asya yang terkenal paling memerhatikan kesehatan tubuhnya.
“Hah?! Lemak?! Berarti gendut dong?? Duh.. gimana nih? Eh, bantuin ngapa? Jangan ngehina aja kerjaannya. Eh, Dhara, gendut ya? Banget?” pas seperti keinginan Ray untuk membuat wajah khawatir Asya. Benar-benar usil!
“Iya” ujar Dhara pendek. Ia memang dikenal sebagai sosok yang pendiam dan tak terlalu berkomentar atas suatu masalah. Namun sebenarnya ia sangat peduli.
“Ih, Dhara! Komen apa gitu. Jangan cuma bilang iya aja” sahut Auja
“Bener tuh kata Auja, Dhar. Jadi orang tuh jangan kalem gitu. Sok kalem yang ada” Heny membenarkan kalimat Auja sambil menepuk pundak Dhara pelan.
“Kalau aku cerewet, nanti ngalahin Asya. Males, ah bersaing gitu” jawab Dhara dengan wajah polosnya.
Begitulah mereka. Saling membahagiakan. Bercanda. Membuat burung-burung cemburu. Membuat embun pagi itu tak ingin gugur. Membuat daun-daun muda itu makin melekat erat pada sang dahan pohon. Ingin menyaksikan para insan itu bercanda dengan balutan cinta dan kasih.
Pada hari itu, pelajaran dimulai seperti biasa mereka lakukan. Mereka menghabiskan seluruh harinya dengan suatu kebahagiaan yang sulit diartikan dengan kata-kata. Bahagia yang sederhana. Karena mereka yakin bahagia yang berlebihan dapat membutakan hati. Membuat lupa bahwa yang manis itu sementara. Maka dari itu mereka tetap belajar dengan tekunnya. Diiringi oleh tawa tanda cinta kepada sahabat karena-Nya.
Dan kini, kebersamaan semu itu menghantarkan mereka pada saat dimana raga harus terpisah oleh jarak dan waktu. Sebuah perpisahan. Yang membuat tangis haru ketika pakaian toga mulai melekat dalam tubuh mereka dan tali pada topi itu bergeser ke kanan. Itu tangis yang sesungguhnya. Tangis haru. Karena waktu yang singkat dan kebersamaan secara nyata itu harus diakhiri demi menaiki tangga yang lebih tinggi menuju bintang di langit.
“Baiklah, tiba saat yang ditunggu-tunggu. Yaitu penyerahan sertifikat hafalan tahfidz dan penggeseran tali pada topi toga yang mereka kenakan. Kita panggilkan para putri-putri harapan bangsa, yang pertama adalah Putri Salbila! Kepada putri kami persilahkan.” ujar MC memanggil nama putri diiringi sorakan penonton dan tangis haru para sahabat. Yang lain pun menanti gilirannya.
“Yang kedua, Lizzy Az-Zahra!”
“Yang ketiga, Geubrina Ray!”
“Selanjutnya adalah, Asya Humaira!”
“Lalu mari kita panggil, Henyanti!”
“Mari kita panggil, Rauza Shara Salsabila!”
“Selanjutnya, Zahratul Dhara!”
“Alysa Sintia!”
“Phia Delvina!”
“Risa Nurul Hasna!”
“Tya Alicia!”
“Silahkan naik ke atas panggung, Citra Andini!”
“Dan yang terakhir, Syifa Shara Salsa! Dengan berakhirnya pemanggilan para putri SMP Islam Al-Hikmah pada hari ini…”
Acara wisuda telah lama berlalu. Namun 13 wanita itu masih enggan beranjak dari gedung itu. Mengabadikan berbagai foto lalu menatap langit. Mata mereka mulai menghangat. Perlahan meneteskan air mata. Semua orang pasti terhenyuh atas situasi mereka. Hening namun menghanyutkan. Memang pada nyatanya, setiap kepingan kisah itu pasti memiliki ujung.
“Kini tiba saatnya, bukan? Kita akan pergi menuju cita-cita kita masing-masing. Semoga suatu saat nanti, sebuah kisah berujung ini akan mempertemukan kita lagi. Berjanjilah..” lirih Citra.
“Ya, kita semua berjanji” ucap mereka bersama. Sambil merekatkan janji kelingking. Itulah janji mereka. Yang setiap hembusan angin menyaksikannya..
Banda Aceh, 21 September 2015 (R)
Cerpen Karangan: Raihana

 

cerpen horor

Gadis Bermata Merah

Hai namaku Alejandro Sisiana Averange. Tapi aku perempuan loh kalian pasti bingung iya kan?. Panggil aja aku Ave.
“Hmmmm, enaknya bakso ini” ucapku sambil menghabiskan baksoku yang tinggal sedikit.
Setelah makan bakso aku kembali ke kelas karena sudah masuk.
“Heh Ave!” suara seseorang membuyarkan lamunanku.
“Ehhh iya” ucapku dengan kaget.
Aku langsung bangun “ternyata itu cuma mimpi huft” ucapku dengan lega. Aku langsung melihat ke cermin dan mengaca-ngaca tiba-tiba ada sekelebat bayangan putih menuju kamar mandi “whuuuzzz”.
“Itu apa sih?, ah udahlah, nggak usah dipikirin mending aku pipis dulu”. Aku ternyata tidak sadar kalau dari tadi ada sekelebat bayangan putih menuju kamar mandi, tanpa menghiraukannya aku langsung menuju kamar mandi dan masuk ke dalam. Aku langsung membuka kran. Yang ke luar ternyata air darah bukan air alami. Aku terkejut dan langsung ke luar. Pas aku buka pintu ada gadis bermata merah membawa pisau mendekatiku dan menyudutku di kamar mandi dan “seeet” dia menusukku dengan pisau yang dibawanya tadi. Aku langsung jatuh dan tersungkur lemas.
“Sayang. ibu pulang” suara mama. Mama mencariku di kamarku tidak ada dan lalu dia mencariku di kamar mandi. Dan ibu terkejut bukan main melihatku tersungkur lemas di sudut kamar mandi dalam keadaan ditusuk pisau ibu pun langsung menangis tersedu-sedu.
THE END
Cerpen Karangan: Sabila Salwa Putri Wahyuhadi

 

cerpen horor

Kuntilanak Kesurupan

Di suatu malam yang mencekam. Bayangnya datang mengahampiri, Menjadi sosok yang menakutkan! Bergelantungan di atas tangkai, Mencari hati yang sepi.
Aku melangkah dalam malam. Menyusuri setiap jalan yang kulalui. “Ihhh kenapa sih? Setiap jalan sini bawaannya merinding terus” Batinku. “Desiiii, hik hik hik hik” Suaranya lirih, Membuat bulu kudukku berdiri. Bisikan itu, Seakan mengancam jiwaku.
Aku bekerja di sebuah PT dikawasan KIM karawang, Setiap hari aku pulang hampir tengah malam karena tuntutan lembur. Di desaku, Memiliki mitos tersendiri. Konon katanya, Di depan jalan dekat rumahku. Berdiri sebuah bangunan kosong yang kokoh. Karena terlalu lama tak berpenghuni, Bangunan itu menjadi sangat angker. Warga desa selalu mendengar teriakan seorang perempuan yang merintih dari dalam sana. Aku sendiri mengalami hal tersebut. Hampir setiap hari hantu itu mengganguku.
“Hiiiihhh, Siapa sih itu? Jangan ganggu dong” Teriakku dari luar rumah itu. Aku memberanikan diri. Berdiri sendiri di luar bangunan angker itu. Dari luar saja sudah terlihat menakutkan! Biasanya setiap kali melewati jalan itu, Aku akan lari terbirit-birit karena selalu saja merasa dihantui. “Tuh jurig kenapa selalu gangguin gua ya, Dia pake kenal gua lagi” Batinku kesal karena merasa aku juga tenar di dunia lain.
Kata warga disana, Dulu pemilik rumah itu adalah warga keturunan chinese. Mereka memiliki satu orang putri yang cantik, Tetapi setelah beberapa bulan menempati rumah itu. Putri mereka hilang entah kemana. Kemudian mereka memutuskan untuk mengosongkan bangunan itu dengan alibi yang tak jelas. Sejak saat itu, Bangunan itu menjadi sangat angker.
Kamurang, 21 juli 2016
Malam itu aku pulang sangat larut, Karena pekerjaan yang memaksaku menguras semua tenaga ini. “Lama-lama gua bisa jadi sangat kurus kalau gini terus, Arrrghh pak kemad pasti marah kalau tau anaknya yang semok ini berubah seketika” Batinku melucu disaat keadaan yang seharusnya mencekam.
Aku berjalan melewati bangunan itu, Malam yang seharusnya membuatku sedikit lega karena dapat merebahkan tubuhku di atas kasur. Tapi kenyataan tak berpihak untuk itu. Kutengok di sekeliling, Tak ada satu pun makhluk yang tampak disana! Kurasakan tubuh ini terguncang, Bukan hanya itu. Seperti ada mata-mata yang mengawasi. “Aaaa apaan itu? Putih-putih gitu” Aku berlari, Tapi tubuhku tiba-tiba tak dapat bergerak. Mulutku seakan terbungkam. Aku ingin berteriak, Rasanya ingin muntah! Kurasakan darah mengalir dari lubang hidungku. Mual, Itu yang kurasakan! Aku muntah, Tapi bukan seperti biasanya. Aku memuntahkan sesuatu yang menjijikan. “Belatung, Shiiittt” Batinku menangis, Aku marah pada diriku sendiri. Kejadian apa yang menimpaku? Kaki rasanya sangat berat kulangkahkan! Banyak suara-suara mengerikan yang hinggap di telingaku, Kulihat seorang perempuan berbaju putih sedang duduk di bawah pohon itu.
Sudah sejak lama pohon itu berdiri disana, Menunggu majikannya kembali. Pohon itu berdiri sebelum bangunan itu ada. Orang bilang, Itu pohon keramat. Lengkap sudah keangkeran bangunan itu. Aku yang sedari tadi diam kaku disini, Meratapi nasib apa yang akan menimpaku. Tapi kurasakan tubuh ini bergerak, Aku lajukan kaki ini. Berlari meninggalkan bangunan itu. Tapi kakiku tersandung “Oh tuhan, Kaki siapa ini?” Kulihat perempuan itu lagi, Mata dan wajahnya lebih mirip warga chinese. Aku pikir dia hantu yang telah lama hilang. Wajahnya sangat cantik tapi itu tak bertahan lama, Kemudian seperti petir yang menyambar tubuhnya. Wajahnya berubah menjadi sangat hitam, Lebih mirip tubuh yang telah terpanggang. “Arrrggghhh” Hantu itu mencekik leherku. Seakan kepalaku terputus dari tempatnya. Aku merasakan darah mengalir di sekujur tubuhku. Kepalaku menggelinding di tanah, Seseorang menendangnya. Hingga kulihat seberkas cahaya putih datang mengahampiri. “Apa itu? Apakah aku sudah mati? Bapakkk desi gak mau mati, Hik hik hik” Aku berteriak berharap seseorang membantuku. Cahaya itu membawaku pergi.
“Hah, Dimanakah aku?” Kulihat di sekeliling. Aku masih di jalan ini. Tarpaku menatap bangunan itu. Aku berlari sekencang mungkin agar dapat sampai ke rumah dengan selamat. “Bapak, Dedes pulang” Tak seorang pun yang menjawab. Kucium bau amis yang teramat mengganggu indra penciumanku. “Desiii, Desa ini terkutuk. Hik hik hik. Kau..” Hantu itu terus berbisik. Sangat parau, Suaranya seperti nenek tua. “Hiiih kenapa sih jurig itu sukanya bisik-bisik” Teriakku sambil terus mencari dimana asal bau itu. Kulihat bapak sedang terkapar di balik bilik kamarnya, Wajahnya sangat hancur terpanggang. Aku menangis, Aku menyalahkan takdir yang membawanya pergi.
Pak kemad adalah seorang bapak yang tangguh. Membesarkan aku hingga aku sebesar ini. Berbekal keringat. Dia raih tanganku dan menggenggamnya. Aku berani, Melawan takdir itu deminya. “Siapa kau, Tunjukkan makhluk jelek” Tak seorang pun yang menjawab. Aku berlari ke luar rumah, Berharap seseorang membantuku. Tapi yang kudapat. Semua warga tewas terpanggang. Aku berlari meninggalkan desa itu.
Seseorang menangkap tubuhku, Tangannya sangat pucat. Dingin, Itu yang kutahu. Wajahnya, Aku sangat mengenalnya. Perempuan itu! “Kau, Kau kuntilanak itu? Yang sering mereka bicarakan. Tolong, Aku mohon jangan ganggu aku” Kulemparkan tubuh itu agar menjauh dariku, Tapi yang kudapat. Tangannya masih menempel di bahuku. Tubuhnya terpental jauh kesana. Tangan itu menjambak rambutku. Seakan ada jiwa yang masuk, Aku merasakan mual. Tubuhku dingin, panas dan perasaan yang tak kumengerti. Aku bicara pada diriku sendiri.
“Hahahahaha, Hik hik hik hik. Akulah penguasa. Desa ini telah aku kutuk. Mereka mati di tanganku. Mati oleh apa yang seharusnya terjadi. Mereka membunuhku dengan itu! Aku sangat menyukai itu” Teriakku sambil terus menjambak rambutku sendiri. Seperti kebanyakan orang gila. Hal itu yang kulakukan. “Aku ratu disini, Hik hik hik hik. Kalian membunuhku” Aku terus meronta. Mengorek-ngorek tanah di bawah pohon itu. “Ini bukan pohon keramat, Ini rumahku. Kalian kubur aku disini” Kulihat tulang belulang disana. Kumakan semua itu, Tak ada yang tersisa. Semua itu begitu renyah. Seperti daging panggang! “Apa salahku pada kalian, Aku hanya ingin berteman. Apa perbedaan aku dengan kalian?” Aku bakar semua rumah itu, Semua orang mati terpanggang. Aku bahagia. “Desi, Kau seorang pembunuh. Kau harus mati, Kau harus mati dengan apa yang kau suka. Kau menyukai api. Karena itu, Kau harus mati di tangannya. Seseorang harus rela mati demi apa yang disukainya” Aku terus berbicara pada diriku sendiri. Tak ada seorangpun disana! “Arrrghhhh” Tubuhku terpanggang. Aku merasakan sakit yang teramat! Aku lihat semua orang tertawa. Entah sejak kapan mereka berada disana. Aku lelah, Aku ingin pulang.
Desi silvia adalah seorang gadis chinese yang cantik, Dia sangat menyukai api. Menurutnya api melambangkan keberanian. Pada suatu hari, Dia menyukai seorang pemuda. Pemuda itu menyuruh desi untuk membakar dirinya sendiri, Seseorang harus rela melakukan apa saja demi yang disukainya. Desi marah pada pemuda itu dan membakar tubuh pemuda itu dengan apa yang disukainya. Keluarga pemuda itu sangat marah, Mereka merencanakan kematian desi. Membunuhnya dengan cara yang sama. Akbar sangat membenci desi, Desi telah merenggut nyawa adiknya. Adik yang sangat dia cintai. Nyawa dibalas dengan nyawa. Dan aku, Aku adalah dia. Si perempuan itu. Kuntilanak yang sering mereka bicarakan. Aku.. Akan membalaskan dendamku. Kepada kalian yang suka bermain api. Kurobek jantungnya, Kupanggang hatinya. Hingga hancur, Tak tersisa! Aku dirasuki diriku sendiri. Yang tak menerima, Yang tak pantas mati. Aku ingin hidup seribu tahun lagi…
Cerpen Karangan: Dheea Octa

 

cerpen persahabatan

Aku, Kamu dan Kita

 Aku duduk di sebuah taman dekat sekolah, menulis cerita tentang sebuah kisah persahabatan.
Aku Hera, gadis SMP sama seperti kalian, menyukai musik, membaca novel dan dance. Aku mempunyai sahabat bernama Rani, dia tomboy, menyukai dance, wataknya yang pemarah selalu melengkapi suasana persahabatan kami. Ia sangatlah pintar, selalu mendapat pringkat pertama di antara yang lain, terkadang aku merasa iri padanya, tapi itulah kemampuan orang masing-masing.
Saat ini kami sedang ada masalah, masalah yang membuat persahabatan kami berantakan, cinta memang bisa merusak segalanya. Kami menyukai cowok yang sama, masalah ini memang tidak wajar lagi dikalangan remaja masa kini, yaah..!!! Dan seperti biasa, apalah arti persahabatan tanpa suatu pertengkaran.
Saat ini aku sedang menulis permintaan maaf kepadanya. Aku tidak terbiasa meminta maaf secara langsung apalagi kalau masalahnya sebesar ini. Aku kurang mengerti siapa yang salah, mungkin sudah tradisi jikalau aku yang selalu meminta maaf duluan. Aku yang sedang menulis surat, tiba-tiba dari arah belakang ada seseorang yang menepuk pundakku.
“puukk..!!!”
Aku terkejut, dan langsung menengok ke arah belakang. “Huuffhh.. bikin kaget aja” ujarku.
Ternyata dia adalah Rico, seorang cowok yang sedang kami berdua masalahkan. Dia sangat populer, dan disegani di sekolah. Wajar saja, Kulitnya yang hitam manis membuat para gadis tergila-gila padanya. Walau aku pernah memendam rasa, tapi apalah dayaku, yang hanya sekedar gadis SMP biasa, jadi aku hanya bisa membuang rasa itu jauh-jauh dan di sisi lain, ada Rani yang juga menyukainya.
“sorry, gue bikin lu kaget ya ting?”
“haaa..? ting?, nama aku Hera kak, bukan ting?” ujarku bingung
“gue tau, tapi suka-suka gue dong, hehe..” jawabnya dengan santai
“hm.. ya sudah deh..”
Dia lalu duduk di sampingku, tapi aku tidak terlalu mepedulikannya, karena aku lagi fokus membuat surat untuk Rani. Kami sudah lama akrab, jadi sudah biasa jika dia berbicara dengan bahasa yang seperti itu.
“lagi nulis apa sih ting?” tanyanya penasaran
“ada deh..”
Sekali lagi aku tidak mepedulikannya karena aku tidak ada waktu untuk mengobrol sekarang. Rico merasa kesal dan lalu beranjak dari tempat duduknya.
“ah.. ya sudah.. lu tu kenapa sih, gak kayak biasanya..? lu cuek banget her.. huuhh..”
Aku hanya tersenyum dan sambil menatapnya. Wajar saja jika aku cuek padanya, karena aku tidak akan ada masalah jika tidak ada dia.
“gue pergi aja deh, gue ganggu kali”
Rico benar-benar kesal, tetapi aku tetaplah menghiraukannya dan akhirnya dia pergi dengan ocehan yang gak jelas.
Tak lama setelah itu, surat permohonan maafku selesai, aku berniat untuk menaruh diam-diam ke dalam tas Rani. Setelah itu, tiba saat bel masuk pun berbunyi, “teng teng..” semua murid pun langsung masuk, dan langsung memulai pelajaran seperti biasa.
Tak terasa hari sudahlah sore, bel pun lalu berbunyi 3 kali, “teng teng teng…!” pertanda jam belajar hari ini pun telah usai. Aku segera membereskan buku-bukuku yang berserakan di atas meja. Tiba-tiba Rani datang, matanya sembab seperti habis menangis.
“Heraa…”
“Rani.. kamu kenapa?!” ujarku panik
“maafin aku.. aku tidak bisa jadi sahabat yang baik untuk kamu. Aku yang salah.. aku nyesel heraa.. maafin aku…” rani pun menangis dan langsung memelukku.
“iya, aku yang salah, aku gak bisa jadi sahabat yang terbaik buat kamu.. maafin aku juga ya ran..”
Akhirnya kami berdua pun berbaikan, kami mengucapkan janji persahabatan. Sejak itu kami pun saling bisa mengerti satu sama lain, dan kami pun sadar bahwasannya sahabat lebih berarti dari pada cinta. Dan sekali lagi apa arti sahabat tanpa sebuah pertengkaran.. Jangan sia-sia kan sahabatmu, walau kesalahan yang telah ia perbuat setidaknya kau pernah tersenyum bersamanya.
Tamat
Cerpen Karangan: Tasya Bella Anggraeni